HI KNOW!

Politik Identitas : Pemersatu yang Memecah Belah



Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku , agama , ras serta budaya. Di negeri yang terletak di garis Khatulistiwa ini , Indonesia banyak menyimpan berbagai sumber daya alam dan juga sumber daya manusia yang melimpah. Dengan penduduk yang begitu banyak dan juga memiliki latar belakang budaya , agama serta suku yang berbeda-beda , kerapkali bangsa ini di hadapkan pada satu kondisi dimana persatuan berada diujung tanduk. Solusinya , mencari satu pegangan yang mana bisa dijadikan sandaran untuk mempersatukan banyak masyarakat dan juga kepentingan didalamnya. Maka dari itulah lahir semboyan negara kita Bhinneka Tunggal Ika , berbeda-beda namun tetap satu jua. Seiring berjalanya waktu , persatuan Indonesia banyak menghadapi ancaman , entah ancaman eksternal maupun internal. Sejak kemerdekaan , bangsa ini sudah mengalami 2 kali invasi militer oleh Belanda , pemisahan diri oleh Timor Timor , konflik separatis diberbagai wilayah , dan kondisi politik dalam negeri kita.

Politik dalam negeri kita pun sering berada dalam keadaan tidak stabil , terutama pasca kemerdekaan dimana kita berganti-ganti sistem pemerintahan mulai dari terpimpin , parlementer sampai demokrasi Pancasila. Zaman Orde Baru semua tersentralisasi pada pemerintah pusat yang di pegang oleh The Smiling General , Soeharto , dan masa saat ini , era reformasi , demokrasi di indonesia sudah dianggap cukup matang dan jauh lebih baik di bandingkan era - era sebelumnya. Namun , walaupun keadaan demokrasi di negara kita semakin tahun semakin membaik , ada satu hal yang tak dapat dilepaskan dari perjalanan politik di Indonesia , yaitu Politik Identitas. Kita mungkin baru familiar dengar kata Politik Identitas di sekitaran tahun 2017 dimana pada saat itu dilaksakan Pemilu Gubernur DKI Jakarta. Keras dan sporadisnya politik identitas pada saat itu membuat masyarakat tersegregasi dan terbelah menjadi dua kubu yang berlawanan ,  Petahana versus oposisi. Cebong versus Kampret. Sebenarnya apa makna sesungguhnya dari politik identitas ? Uraian mengenai  politik identitas tidak terlepas dari makna identitas itu sendiri.  Suparlan (2004:  25)  mengartikan identitas atau jati diri sebagai  pengakuan terhadap seorang individu atau suatu kelompok  tertentu yang menjadi satu kesatuan menyeluruh yang ditandai  dengan masuk atau terlibat dalam satu kelompok atau golongan  tertentu.  Penggabungan ke dalam kelompok atau golongan  tertentu ini tentu tidak terlepas dari adanya rasa persamaan yang  didasari oleh sebuah identitas.  Identitas atau jati diri ini terdapat  dalam berbagai bentuk dan jenis seperti identitas gender, agama,  suku,  profesi,  dll.  Sehingga perkumpulan yang didasarkan pada  satu kesamaan identitas akan membentuk sebuah kelompok identitas. Politik identitas sendiri merupakan penjabaran dari  identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan  arah politiknya.  Politik identitas lahir dari sebuah kelompok  sosial yang merasa diintimidasi dan didiskriminasi oleh dominasi negara  dan pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar lahirnya politik identitas  dalam persoalan kenegaraan.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya politik identitas adalah sebuah cara berpolitik yang didasarkan pada kesamaan identitas , di Indonesia sendiri politik identitas kerap dikerucutkan menjadi dua kelompok, yaitu nasionalis dan agamis. Saya tidak akan membahas mengapa bisa terbagi menjadi dua kelompok seperti diatas , namun saya akan membahas bagaimana dampak dari politik identitas ini bagi bangsa dan negara kita. Politik  identitas  memberikan  ruang  besar  bagi  terciptanya  keseimbangan dan pertentangan menuju proses demokratisasi  sebuah negara.  Apabila tidak dikelola dengan tepat dan bijak akan menyebabkan hancurnya stabilitas negara. Pertentangan antara  kedua-dua  identitas tersebut dapat mengancam kestabilan  negara apabila pemerintah tidak memiliki political will dalam menengahi isu ini.  Bukan saja kepentingan politik yang dipertaruhkan melainkan juga kepentingan masyarakat luas,  sebab politik identitas sebagai politik perbedaan merupakan  tantangan tersendiri bagi tercapainya sistem demokratisasi yang  mapan.  Sebagai contoh , masa penjajahan dulu kita mampu bersatu sebab kita memiliki satu identitas , yakni bangsa Indonesia , kita mampu melawan penjajah karena dilandasi semangat persatuan tersebut , namun , jika salah mengelola , maka politik identitas akan membuat masyarakat terpecah belah seperti saat Pilkada DKI. Yang mana sampai saat ini pun masyarakat semakin terkotak-kotak dan terbagi tidak hanya dalam kehidupan perpolitikannya namun juga sosial dan budayanya. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan mengoyak stabilitas bangsa. Dan ini cukup disayangkan mengingat perbedaan yang kita miliki sejatinya pernah menjadi kekuatan kita , saat ini malah menjadi senjata yang menghancurkan kita dari dalam bangsa kita sendiri. Solusinya hanya satu , dialog. Dialog dengan siapapun yang memiliki pandangan berbeda dengan kita maka akan membuka satu sudut pandang baru bagi kita untuk memahami bagaimana mereka bersikap dan memilih pendirian mereka. Karena seyogyanya antara nasionalisme dan agama tidak bisa di benturkan. Sebagaimana perkataan K.H Hasyim Asy'ari : " Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak bersebrangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan ".


 

 

 

 

 

 

 

Sumber:

Lestari, Y. S. (2018). Politik Identitas Di Indonesia: Antara Nasionalisme Dan Agama. Journal of Politics and Policy1(1), 19–30. Retrieved from https://jppol.ub.ac.id/index.php/jppol/article/view/4

 

Habibi, Muhammad. (2018). Analisis Politik Identitas di Indonesia. 10.31227/osf.io/pey72

Shared: